PERANAN PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
TERHADAP PROFESIONALISME GURU DI MTs COKROAMINOTO KECAMATAN KARANGPAWITAN KABUPATEN GARUT
A.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam GBHN Tahun 1993 “Pendidikan nasional bertujuan
untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani” (Sri
Banun Muslim,2008:7). Oleh karena itu mutu Pendidikan Nasional perlu
ditingkatkan. Untuk
mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan tenaga pendidik yang professional,
seperti yang tertera dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, “Pendidik
merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan” sehingga tujuan yang terdapat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan GBHN 1993 dapat tercapai sebagaimana yang
diharapkan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah
peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan,
yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ketika situasi Sekolah harus menerapkan
keseriusan dalam melaksanakan 8 Standar Nasional Pendidikan tersebut diatas dan
membutuhkan para pengelola untuk mengemban tugas-tugas edukatifnya, maka
peranan Pengawas turut menentukan baik untuk peningkatan kompetensi para
pengelola maupun terhadap pengembangan program-program kependidikan
tersebut.
Dalam konteks ini, pengawasan merupakan
terjemahan langsung dari istilah controlling dan bukan terjemahan dari
tema supervisi semata, karena sesungguhnya pelaksanaan supervisi
merupakan salah satu bagian kecil dalam kegiatan controlling. Hal ini juga
dikuatkan oleh PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 23 yang menyebutkan bahwa
pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3)
adalah meliputi: pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan
langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Sekolah
merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan proses
belajar mengajar sebagai upaya untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan.
Penanggung jawab proses belajar mengajar didalam kelas adalah guru, karena
gurulah yang langsung memberikan bimbingan dan latihan kepada siswa. Dalam
upaya mencapai tujuan tersebut guru tentunya memiliki seperangkat kemampuan yang dipersiapkan melalui
program kependidikan sehingga mampu menjadi guru yang professional. Oleh karena
itu, profesionalisme guru sebagai tenaga kependidikan perlu ditingkatkan agar
mampu mengelola kelas dengan baik dan mampu memberikan bimbingan dan latihan
kepada siswa agar tercapai tujuan pendidikan tersebut.
“Kata
profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata
benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim,
dan sebagainya” (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat
profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14). Sedangkan profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional
(Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, 1996: 789). Istilah
Profesionalisme ini diangkat
dari bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti “sifat
professional” (Sudarwan Danim, 2002:23). Pandji Anoraga & Sri Suyati
(1995:85) menyatakan “profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu
tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu
profesi.” Profesinalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi
untuk keuntungan atau sebagai sumber kehidupan. Sebagaimana
dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006:42) bahwa profesionalisme guru mengandung
pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan.
Dalam
meningkatkan profesionalisme, guru dapat dibimbing oleh supervisor yang dalam
istilah pendidikan disebut Pengawas. Pengawas mempunyai tugas dan tanggung
jawab yang sangat berat, serta mempunyai peranan yang sangat penting terhadap
perkembangan dan kemajuan sekolah keberadaannya sangat diharapkan oleh guru
dalam rangka membantu dan membimbing guru ke arah tercapainya
peningkatan kualitas pembelajaran guru mata pelajaran, khususnya mata
pelajaran agama Islam di lingkungan sekolah-sekolah yang bernaung pada
Kementerian Agama. Dalam melaksanakan tugasnya pengawas berkewajiban membantu
para guru dengan memberikan bimbingan dan dukungan agar guru dapat melaksanakan
tugasnya, baik sebagai pendidik maupun pengajar.
Berangkat
dari latar belakang diatas peneliti tertarik menjadikan MTs Cokroaminoto Kecamatan
Karangpawitan Kabupaten Garut sebagai objek penelitian tentang “Peranan Pengawas
Pendidikan Agama Islam Terhadap Profesionalisme Guru”.
1.2.
Alasan Memilih Judul
Adapun
alasan penulis mengangkat judul tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menurut peneliti Peranan Pengawas
Pendidikan Agama Islam sangat strategis dalam meningkatkan kompetensi dan
professional guru sehingga sangat menarik untuk diteliti dan sepengetahuan
penulis belum ada yang mempublikasikannya, dan kedepannya bisa dijadikan
rujukan untuk memperoleh informasi tentang peranan pengawas pendidikan agama
Islam terhadap profesionalisme guru.
2. Kurangnya minat masyarakat
memasukkan putera puterinya ke lembaga pendidikan agama karena sebagian
masyarakat masih menganggap madrasah adalah alternatif terakhir dalam menyekolahkan putera
puterinya karena menganggap mutu pendidikan agama masih dibawah lembaga
pendidikan umum, dari opini masyarakat tersebut peneliti merasa tergugah untuk
menelusuri tentang peranan pengawas pendidikan agama Islam dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Madrasah.
1.3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut
:
1.
Bagaimana peranan pengawas pendidikan agama Islam terhadap
pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk pembinaan profesionalisme guru
di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan
Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
3.
Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan profesionalisme
guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
4.
Apa solusi dalam mengatasi kendala-kendala dalam pembinaan
profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013?
1.4.
Tujuan Penelitian
Dalam
penelitian ini sangat perlu menentukan tujuan, karena setiap pekerjaan yang
tidak ditentukan tujuannya tidak akan mencapai sasaran yang tepat dan jelas.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam terhadap
pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan
Kabupaten
Garut Tahun Pelajaran 2012/2013.
2.
Mengetahui bentuk-bentuk pembinaan profesionalisme guru di
MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013.
3.
Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya
pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013.
4.
Bisa mendapatkan solusi dari kendala-kendala yang
dihadapi dalam upaya pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut tahun Pelajaran 2012/2013.
1.5.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan
penelitian yang dapat diperoleh mengenai Peranan Pengawas Pendidikan Agama
Islam Terhadap Profesionalisme Guru ini diharapkan untuk dapat diperoleh
manfaat secara teoritis maupun praktis yaitu:
1.
Kegunaan Teoritis yaitu dengan hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam upaya menambah dan mengembangkan
wawasan dan pengetahuan, terutama tentang peranan pengawas pendidikan
agama Islam terhadap pembinaan profesionalisme guru.
2. Kegunaan Praktis yaitu dengan hasil
penelitian ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi semua pihak yang bergelut di bidang
pendidikan baik bagi pengawas maupun guru-guru di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, dan di harapkan dapat memberikan
kontribusi bagi masyarakat sebagai rangsangan agar ikut serta dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan agama.
B.
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Pengawas Pendidikan Agama
Islam
“Pengawas
adalah sekelompok jabatan fungsional yang bertugas memonitoring, membimbing dan
membina kehidupan lembaga persekolahan” (. Nadjamuddin S. Baropo, 2009: 11). Sebagaimana yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Agama No. 381 tahun 1999 Pengawas Pendidikan Agama adalah
“Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama yang diberi tugas,
tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk pengawasan
pendidikan agama disekolah dan madrasah dengan melaksanakan penilaian dan
pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan
pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah”( Depag. RI, 2008:1 ).
Pengawas Pendidikan Agama Islam
merupakan unsur/aparatur Departemen Agama yang secara fungsional diberi tugas
melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Guru Pendidikan Agama Islam pada
Sekolah Umum (SD,SMP,SMA dan SMK) dan pelaksanaan Pengembangan Kehidupan
Beragama (PKB) pada Sekolah. Ini diatur dengan peraturan perundang-undangan
serta kebijaksanaan teknis lainnya sebagai dasar untuk melakukan pengawasan
tersebut.
Pengawas
Pendidikan Agama Islam adalah “Pegawai negeri sipil dari lingkungan Departemen
Agama yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang penuh terhadap pelaksanaan
pendidikan agama Islam di sekolah umum dan penyelenggaraan pendidikan di
madrasah dengan melakukan penilaian dan pembinaan dari segi tehnis pendidikan
dan administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan
menengah”
Berdasarkan
pengertian tersebut diatas, dapat difahami bahwa tugas pokok pengawas
pendidikan agama Islam mencakup dua lembaga yang berbeda yaitu pengawasan di
sekolah umum dan pengawasan di madrasah.
2.2.
Kriteria Menjadi Pengawas
Seperti
yang dikutip Zainal Aqib dalam PP RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 39 Ayat 2 yang berbunyi: Kriteria minimal untuk menjadi pengawas
satuan pendidikan meliputi:
1.
Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan)
tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang
pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi.
2. Memiliki
sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan
3. Lulus seleksi
sebagai pengawas satuan pendidikan.
2.3.
Tugas dan Tanggung jawab Pengawas Pendidikan Agama
Islam
Sesuai dengan SK Menpan No. 118/1996
Bab II Pasal 3 ayat (1), maka tugas Pokok Pengawas Pendidikan Agama
Islam adalah: ”Menilai dan membina teknis pelaksanaan pendidikan agama Islam di
Sekolah Umum dan terhadap penyelenggaraan pendidikan di Madrasah baik negeri
maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya”.
Sejalan dengan UUSPN no.20 Tahun 2003
bidang pengawasan pendidikan agama Islam pada sekolah di lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional meliputi; Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sedangkan pada Madrasah
di lingkungan Departemen Agama meliputi ; Raudhotul Athfal (RA), Bustanul
Athfal (BA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan
Madrasah Aliyah (MA) baik negeri maupun swasta.
Dari gambaran di atas dapat dipahami
bahwa tugas pokok pengawas pendidikan agama Islam mencakup dua lembaga
pendidikan yang berbeda, yaitu Sekolah Umum dalam lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional dan di Madrasah dalam lingkungan Departemen Agama. Hal ini
berarti bahwa apabila pengawas pendidikan agama Islam melakukan pengawasan di
sekolah umum maka tugas pokoknya adalah menilai pelaksanaan pengajaran mata
pelajaran pendidikan agama Islam dan membina para guru pendidikan agama Islam
sekolah yang bersangkutan, dan pengawasan yang dilakukan adalah
pengawasan/supervisi teknis kependidikan dan melakukan pengawasan administrasi
terkait.
Sedangkan pada madrasah, pengawas
pendidikan agama Islam melakukan penilaian dan pembinaan atas penyelenggaraan
pendidikan pada madrasah yang bersangkutan secara menyeluruh baik teknis
pendidikan maupun administrasi, kecuali terhadap mata pelajaran/rumpun mata
pelajaran lain seperti ; matematika, fisika, kimia, biologi dan sebagainya,
yang pengawasannya dilakukan oleh pengawas sekolah yang beragama Islam dari
Departemen Pendidikan Nasional.
Bila dikembangkan lebih lanjut, maka
tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh masing-masing jenjang jabatan pengawas
adalah sebagai berikut :
1.
Bagi pengawas pendidikan
agama Islam yang bertugas di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Raudhotul
Athfal, Busthanul Athfal dan Madrasah Ibtidaiyah adalah :
a. melakukan
pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan pengembangan agama Islam di Taman
Kanak-kanak dan penyelenggaraan pendidikan di Raudhotul Athfal dan Bustanul
Athfal, kecuali bidang pengembangan selain agama Islam.
b. melakukan
pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan mata pelajaran pendidikan agama Islam
di Sekolah Dasar dan penyelenggaraan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah, kecuali
mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
c. melakukan
pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan tugas guru pendidikan agama Islam
pada TK dan SD dan guru serta tenaga lain pada RA, BA dan MI kecuali guru mata
pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
d. melakukan pengawasan/supervisi terhadap
pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler pendidikan agama Islam pada TK dan SD
serta kegiatan ekstra kurikuler di RA, BA dan MI.
2.
Bagi pengawas
pendidikan agama Islam yang bertugas di SMP, SMA, SMK, SLB dan MTs, dan MA
adalah :
a.
melakukan
pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan mata pelajaran pendidikan agama Islam
di SMP, SMA/SMK dan SLB dan penyelenggaraan pendidikan di MTs dan MA kecuali
mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
b.
melakukan
pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan tugas guru pendidikan agama Islam
dari SMP, SMA, SMK dan SLB dan guru serta tenaga lain di MTs dan MA kecuali
guru mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
c.
melakukan
pengawasan/supervisi terhadap kegiatan ekstra kurikuler pendidikan agama Islam
pada SMP, SMA/SMK dan SLB serta kegiatan ekstra kurikuler pada MTs dan MA yang
menjadi tanggung jawabnya.
3.
Pengawasan Pendidikan
Agama Islam Pada Pendidikan Menengah
Pengawas Pendidikan Agama Islam
mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Mapenda Islam/TOS pada Kanwil Departemen
Agama Propinsi/Daerah Istimewa dalam bidang Pembinaan Pendidikan Agama Islam
pada Sekolah melalui pengawasan atas pelaksanaan tugas Guru Pendidikan Agama
Islam pada SMA, SMK dan pelaksanaan pendidikan pada Madrasah Aliyah.
Tanggung Jawab Pengawas diantaranya :
1.
Melaksanakan
pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada
Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar /Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas dan Sekolah Luar Biasa.
2.
Meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar/bimbingan dan
hasil prestasi
3.
Belajar
/bimbingan siswa dalam
kegiatan ektrakurikuler dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan dan pendalaman pemahaman
serta pengamalan materi.
4.
Meningkatkan
motivasi dan kinerja
guru pendidikan agama Islam agar
semakin kompeten dan profesional dalam menjalankan tugas kependidikan
dan pengajaran.
2.4.
Bidang Tehnis Pendidikan
Hal-hal pokok yang berkaitan dengan tehnis pendidikan adalah
kurikulum, proses belajar mengajar, evaluasi, keterpaduan pendidikan agama
Islam dengan mata pelajaran lain.
1. Kurikulum
Kurikulum yang dimaksud dalam
konteks ini adalah kurikulum yang berlaku secara nasional saat ini. Kurikulum yang
baik adalah kurikulum yang berorientasi dan mengacu pada taksonomi tujuan
pendidikan,seperti yang dikemukakan oleh S. Bloom yang mencakup “Domain kognitif, domain
psikomotorik dan domain afektif” ( prof. Dr. Piet A Sahertian, 2008 : 29 ). Pengawas Pendidikan Agama Islam
harus menguasai kurikulum tersebut secara rinci. Hal ini sangat penting, karena
atas dasar kurikulum itulah para pengawas melakukan pembinaan teknis edukatif,
tanpa menguasai kurikulum akan sangat sulit dalam melakukan pembinaan kepada
guru.
2. Proses Belajar Mengajar
Pada dasarnya proses belajar mengajar adalah kegiatan
interaksi dua arah antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan belajar mengajar karena dalam
interaksi tersebut terjadi pengaruh timbal balik, artinya bukan hanya siswa
yang belajar dari gurunya, tetapi guru juga banyak belajar dari kegiatan
tersebut. Dengan kata lain guru dan siswa merupakan dua komponen yang
menentukan dalam kegiatan belajar mengajar disamping komponen-komponen yang
lain seperti materi, metode dan tujuan.
Pendidikan agama Islam menggunakan
berbagai macam pendekatan, antara lain pendekatan pengalaman, pendekatan
pembiasaan, pendekatan rasional, pendekatan emosional dan pendekatan keimanan.
a.
Pendekatan Pengalaman adalah yang dilakukan dengan cara
pemberian pengalaman keagamaan kepada siswa untuk mengalami sendiri berbagai
kegiatan keagamaan, sehingga tertanam nilai-nilai agamis dalam setiap gerak dan
tindakannya. Pendekatan ini dapat diberikan secara sendiri-sendiri maupun kelompok.
b. Pendekatan
pembiasaan adalah pendekatan yang dilakukan dengan jalan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempraktikkan atau memperlihatkan kemampuannya dalam
melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, baik yang bersifat
berbentuk gerakan maupun ucapan, seperti gerakan sholat maupun ucapan-ucapan
kalimat yang dibaca dalam gerakan sholat.
c. Pendekatan
rasional adalah pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan rasio peserta
didik. Jalan yang ditempuh untuh mengasah rasio peserta didik antara lain
dengan tanya jawab, diskusi baik secara individual maupun kelompok.
Pengembangan rasio ini dimaksudkan rasio yang berkaitan dengan ayat-ayat (
tanda-tanda ) kebesaran Allah SWT, baik yang terdapat dalam alam semesta maupun
dalam ayat-ayat Al- Qur’an.
d. Pendekatan
emosional adalah pendekatan yang digunakan untuk menggugah perasaan/emosi siswa
dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya. Dengan
pendekatan ini diharapkan perasaan keagamaan siswa bertambah kuat dan
keyakinannya tentang keberadaan agama Allah semakin mantap.
e. Pendekatan
fungsional adalah pendekatan yang menekankan pada segi manfaatnya dalam
kehidupan siswa sesuai dengan perkembangan psikologis dan kemampuan berfikirnya,
baik kemampuan kognitif, afektif maupun kemampuan psimotorik.
f. Pendekatan keimanan adalah landasan dari
semua pendekatan yang disebutkan diatas, artinya semua pendekatan tersebut
diarahkan pada penanaman dan peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT, baik yang berbentuk pengetahuan, keterampilan atau sikap dalam kehidupan
sehari-hari, karena hal inilah yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran di sekolah-sekolah.
Disamping memperhatikan masalah
pendekatan, guru juga harus memperhatikan metodologi pengajaran yang akan
digunakan karena dengan penggunaan metode pengajaran yang tepat akan turut
menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Mengingat situasi dan
kondisi sarana sekolah yang berbeda satu sama lain dan juga beragamnya
kemampuan guru-guru dalam mengajar, maka guru perlu memilih sendiri
metode-metode mengajar yang akan digunakan. “Metode pembelajaran harus dipilih
dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas peseta didik” (
E. Mulyasa, 2010 : 107 ).
Jadi dalam memilih metode pembelajaran hendaknya diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Metode yang
dipilih disesuaikan dengan tujuan dan materi
2. Metode yang
dipilih disesuaikan dengan sarana atau fasilitas yang ada
3. Metode yang
dipilih dapat dikembangkan sesuai dengan perubahan yang diperkirakan
4. Metode yang dipilih
disesuaikan dengan kemampuan guru
5. Metode yang
dipilih harus mampu mendorong siswa aktif
Pada dasarnya metode yang digunakan
merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, oleh karena itu harus
diusahakan agar penggunaan metode pembelajaran disesuaikan dengan hal-hal yang
disebutkan diatas dengan prinsip memberikan materi kepada siswa semudah mungkin
dan diusahakan pula agar materi yang diberikan dengan cara yang menyenangkan
dan menarik minat belajar peserta didik.
Selain menggunakan metode pembelajaran
yang tepat guru juga harus menggunakan strategi yang tepat dalam mengajar,
Oliva mengemukakan “Strategi mengajar bisa didefinisikan sebagai prosedur atau
perangkat prosedur untuk menyampaikan sumber pelajaran atau menyebarkan pokok-pokok
pelajaran dalam proses pengajaran yang melibatkan keaktifan guru dan siswa” (
Sri Banun , 2009 : 129 ). Jadi dalam kegiatan belajar mengajar disamping
menggunakan pendekatan dan metode yang tepat, guru juga diharapkan mampu menerapkan
strategi yang tepat.
3. Evaluasi
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek
pembelajaran yang paling kompleks, kerena melibatkan banyak latar belakang dan
hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan
konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi
penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan
proses penetapan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik oleh peserta didik. Penilaian terhadap aspek kognitif mencakup
semua unsur pokok pendidikan agama Islam, sedang untuk aspek afektif lebih
ditekankan pada pokok akhlak dan keimanan dan untuk aspek psikomotorik lebih
ditekankan pada materi ibadah, khususnya cara wudlu’ dan sholat yang benar
serta membaca Al- Qur’an.
Mengingat kompleksnya proses penilaian,
guru perlu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai. Kemampuan
lain yang harus dikuasai oleh guru sebagai evaluator adalah kemampuan dalam memahami
tehnik evaluasi, baik tes maupun nontes yang meliputi jenis masing-masing
tehnik. Hal penting yang perlu diperhatikan oleh evaluator adalah perlunya
melakukan penilaian secara adil agar penilaian tersebut bisa lebih objektif.
Kegiatan pengawasan edukatif yang
mencakup kurikulum, proses belajar mengajar dan evaluasi dapat dilakukan oleh
pengawas dengan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, pengamatan kelas,
observasi dokumen, diskusi dengan guru tentang masalah proses belajar mengajar
dan evaluasi dalam rangka pembinaan.
2.5.
Bidang Tehnis Administratif
Hal pokok yang menjadi tugas pengawas
yang berkaitan dengan tehnis administratif yang tertera dalam Jurnal Direktur Tenaga Kependidikan
Surya Darma ( 2008 : 4 ) adalah untuk membantu kepala sekolah/madrasah dan tenaga kependidikan
di sekolah di bidang administrasi sekolah/madrasah yang meliputi:
1. Administrasi kurikulum,
2. Administrasi keuangan,
3. Administrasi sarana
prasarana/perlengkapan,
4. Administrasi tenaga kependidikan,
5. Administrasi kesiswaan,
6. Administrasi hubungan/madrasah dan
masyarakat
7. Administrasi persuratan dan pengarsipan.
Dalam melaksanakan tugas ini pengawas
harus mempunyai tehnik-tehnik yang efektif. Kemampuan profesional pengawas
dalam bidang tehnis edukatif dan tehnis administratif merupakan kompetensi
dasar yang harus dikuasai oleh pengawas, bila tidak maka kehadiran pengawas
tidak akan membawa pengaruh apapun dalam meningkatkan profesionalisme guru
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Jadi secara garis besarnya tugas pokok seorang pengawas
yaitu:
1.
Melaksanakan pengawasan akademik yaitu pembinaan terhadap
guru agar dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran, pembinaan dan hasil
belajar siswa.
2.
Melaksanakan pengawasan manajerial dengan memberikan
pembinaan kepada kepala sekolah beserta seluruh stafnya agar dapat meningkatkan
mutu penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya.
Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan seorang pengawas
yaitu:
1. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan
2. Meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar di sekolah yang dibinanya
3. Pengawas harus meningkatkan
kemampuannya karena untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pengawas
harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang lebih unggul dari guru dan
kepala sekolah yang dibinanya.
2.6
Ciri-ciri Pengawas Yang Baik
Seorang
pengawas/supervisor yang baik, hendaknya memiliki pribadi guru yang baik, memiliki
pembawaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang luas mengenai proses
pendidikan, kepribadian yang menyenangkan dan kecakapan melaksanakan human
relition yang baik. Menurut M. Ngalim Purwanto ( 2005 : 85 ) “Disamping harus memiliki ilmu
administrasi dan memahami fungsi-fungsi admnistrasi dengan sebaik-baiknya untuk
menjalankan fungsinya dengan baik, seorang supervisor harus memiliki ciri-ciri
dan sifat-sifat sepeti berikut :
1. Berpengetahuan
luas tentang seluk beluk semua pekerjaan yang berada dibawah
pengawasannya.
2. Menguasai/memahami
benar-benar rencana dan program yang telah digariskan yang akan dicapai oleh
setiap lembaga atau bagian.
3. Berwibawa dan
memiliki kecakapan praktis tentang tehnik-tehnik kepengawasan, terutama human
relation.
4. Memiliki
sifat-sifat jujur, tegas, konsekuen, ramah dan rendah hati. “Berkemauan keras,
rajin bekerja demi tercapainya tujuan atau program yang telah
digariskan/disusun”.
2.7
Pengertian
Profesionalisme Guru
Profesionalisme
adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan kerja
tertentu dalam kehidupan masyarakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan
berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat untuk melakukan
pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia.
Profesionalisme guru adalah seseorang
yang memiliki pengetahuan serta mampu mengembangkan profesinya sebagai guru sehingga
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan anak didik. Dengan demikian seorang
guru/pendidik yang profesional adalah seorang yang memiliki ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang profesional, yang mampu mengembangkan profesinya
sebagai guru yang profesional.
Sebagaimana
dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006:42) bahwa profesionalisme guru mengandung
pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan.
Dengan demikian dapat diartikan, bahwa kompetensi professional tentu saja meliputi
ketiga unsur itu walaupun tekanan yang lebih besar terletak pada unsur
keterampilan sesuai dengan peranan yang dikerjakan. Sehingga Danim (2002)
menyatakan bahwa “orang yang profesional memiliki sifat-sifat yang berbeda
dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau
katakanlah berada dalam satu ruang kerja.”
2.8
Fungsi, Tugas
dan Tanggung Jawab Guru
Sebagai seorang pendidik yang
memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu
keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan
keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar mensosialisasikan
sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan
dari pengetahuan sikap dan keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan
kepada anak didik atau siswanya.
Guru yang memahami fungsi dan
tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai
penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut
Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional
adalah :
1.
Menyerahkan kebudayaan kepada anak
didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman
2.
Membentuk kepribadian anak yang
harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila
3.
Menyiapkan anak menjadi warga negara
yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR
No. 2 Tahun 1983
4.
Sebagai prantara dalam belajar
5.
Guru adalah sebagai pembimbing untuk
membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat
membentuk anak menurut kehendak hatinya
6.
Guru sebagai penghubung antara
sekolah dan masyarakat
7.
Sebagai penegak disiplin. Guru
menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru
menjalaninya terlebih dahulu
8.
Sebagai adminstrator dan manajer
9.
Guru sebagai perencana kurikulum
10. Guru sebagai
pemimpin
11. Guru sebagai
sponsor dalam kegiatan anak-anak
Seorang guru baru dikatakan sempurna
jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam
hal ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan
pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing.
Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan
pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan
sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik,
mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.
Membimbing dalam hal ini dapat
dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan
jelas memberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sebagai pendidik guru harus berlaku
membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan
perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk
dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan
menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan
fisik maupun mental.
Dari uraian
di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat
disebutkan sebagai berikut :
1.
Fasilitator
Sebagai
fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan
kemudahan kegiatan belajar mengajar.
2.
Motivator
Sebagai
motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif
belajar
3.
Informator
Sebagai
informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang
diprogramkan dalam kurikulum.
4.
Pembimbing
Peran guru
yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas
adalah sebagai pembimbing
5.
Korektor
Sebagai
korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk
6.
Inspirator
Sebagai
inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik
7.
Organisator
Sebagai
organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam
bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain
sebagainya.
8.
Inisator
Sebagai
inisiator guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide
kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran
9.
Demonstrator
Dalam
interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami
10. Pengelolaan
kelas
Guru
hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat
terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari
guru.
11. Mediator
Guru
hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun
material.
12. Supervisor
Guru
hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses
pengajaran.
13. Evaluator
Guru
dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan
ekstrinsik.
Dalam buku Pengembangan Profesi Guru,
Udin Syaefuddin Saud, ( 2008 : 40 ) merumuskan tugas dan tanggung jawab
guru antara lain :
1.
Guru sebagai pengajar
2.
Guru sebagai pengajar dan juga pendidik
3.
Guru sebagai pengajar, pendidik dan juga agen pembaharuan
dan pembangunan masyarakat
4.
Guru yang berkewenangan berganda sebagai pendidik
profesional dengan bidang keahlian lain selain kependidikan
Dalam buku Pendidikan Guru Oemar
Hamalik ( 2008 : 28 ) mengemukakan tugas seorang guru professional antara lain
yaitu :
1.
Bertindak sebagai model bagi para anggota lainnya.
2.
Merangsang pemikiran dan tindakan
3.
Memimpin perencanaan dalam mata pelajaran atau daerah
pelajaran tertentu.
4.
Memberikan nasihat kepada executive teacher sesuai dengan
kebutuhan tim.
5.
Membina/memelihara literature professional dalam daerah
pelajarannya.
6.
Bertindak atau memberikan pelayanan sebagai manusia sumber
dalam daerah pelajaran tertentu dengan referensi pada in-service, training dan
pengembangan kurikulum.
7.
Mengembangkan file sumber kurikulum dalam daerah pelajaran
tertentu dan mengajar kelas-kelas yang paling besar.
8.
Memelihara hubungan dengan orang tua murid dan memberikan
komentar atau laporan.
9.
Bertindak sebagai pengajar dalam timnya.
2.9
Ciri-Ciri Guru yang professional
1. Mempunyai komitmen pada proses
belajar siswa
2. Menguasai secara mendalam materi
pelajaran dan cara mengajarkannya.
3. Mampu berfikir sistematis tentang
apa yang dilakukannya.
4. Merupakan bagian dari masyarakat
belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan mereka untuk
meningkatkan profesionalismenya.
Ciri-ciri tersebut dapat digunakan sebagai kreteria atau
tolak ukur keprofesionalan guru. Selanjutnya kreteria ini akan berfungsi ganda
yaitu: untuk mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia ini telah memenuhi
kreteria professional dan untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan
segala upaya menuju profesionalisasi guru.
2.10
Peranan
Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Profesionalisme Guru
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 23 disebutkan bahwa pengawasan proses pembelajaran sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi,
evaluasi/pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Hal
ini berarti bahwa pelaksanaan pengawasan pendidikan di tingkat satuan
pendidikan memiliki cakupan dan ruang lingkup pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut.
Direktur Tenaga Kependidikan Vol. 3 Surya
Dharma ( 2008 :
2 ) mengemukakan
bahwa “Peranan umum pengawas
sekolah/madrasah adalah sebagai : observer ( pemantau ),
supervisor, evaluator
( pengevaluasi ) pelaporan, dan successor ( penindak lanjut hasil
pengawasan )”.
1. Pemantauan
Pemantauan
merupakan pengawasan yang dilaksanakan langsung terhadap proses pembelajaran
yang dilakukan di sekolah. Pemantauan ini diperlukan untuk melihat secara real
pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan proses pendidikan secara
komprehensif dan faktual.
2. Supervisi
Kegiatan
supervisi perlu dipahami asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Supervisi
mengarahkan perhatiannya pada dasar-dasar pendidikan dan
cara-cara belajar serta pengembangannya dalam pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.
b. Supervisi
berorientasi pada perbaikan dan pengembangan proses pembelajarn secara total,
termasuk pembinaan dan peningkatan profesi keguruan, pengadaan fasilitas,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta implementasi dan pengembangan
kurikulum secara benar.
c.
Pelaksanaan supervisi
difokuskan pada setting for learning (berpusat pada
pembelajaran).
d.
Supervisi memberikan
motivasi bagi tumbuh kembangnya semangat dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikan.
e. Supervisi
memberikan pelayanan yang manusiawi dan proporsional kepada para tenaga
kependidikan, karena masing-masing individu dari tenaga kependidikan tersebut
memiliki karakter dan etos kerja yang berbeda.
f. Supervisi
dapat memberikan motivasi bagi peningkatan kualitas sekolah dan peningkatan
semangat dan etos kerja tenaga kependidikan.
Adapun tujuan
pelaksanaan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
situasi dan proses pembelajaran menjadi lebih baik dan berkualitas. Secara
rinci, tujuan pelaksanaan supervisi pendidikan ini adalah sebagai berikut :
a.
Memberikan bantuan
kepada guru dalam memodifikasi pola-pola pembelajaran yang kurang efektif
b.
Meningkatkan kinerja
guru/tenaga kependidikan
c.
Membantu memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan pengelolaan sekolah agar proses dan hasil belajar
dapat tercapai dengan optimal
d.
Menciptakan kualitas
pengalaman pembelajaran dengan mengefektifkan seluruh komponen pendidikan
secara simultan
e.
Memberikan semangat,
agar seluruh tenaga pengelola pendidikan di sekolah/madrasah mampu melaksanakan
tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien
f.
Mengaitkan peran
penghubung (linking role) yang amat vital, antara manajemen dan
jenjang operasional sehingga supervisi mampu mewakili dalam penyampaian
kebijakan manajemen (pusat/kanwil) kepada aparat lapangan (para pengelola
sekolah) sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis
(juknis) yang telah ditetapkan.
g.
Melaksanakan fungsi
sebagai pengendali mutu pendidikan, sehingga kegiatan pembelajaran di sekolah
dapat berjalan sesuai aturan dan mampu mencapai target maksimal yang
diinginkan.
Selain 7 (tujuh) fungsi
pelaksanaan supervisi pendidikan di atas, Suhertian (1981) juga merinci
beberapa tujuan pelaksanaan supervisi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a.
Membantu guru melihat
dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan
b.
Membantu guru dalam
membimbing pengalaman belajar siswa
c.
Membantu guru dalam
menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar
d.
Membantu guru dalam
menggunakan metode dan alat pembelajaran
e.
Membantu guru dalam memenuhi
kebutuhan belajar siswa
f.
Membantu guru dalam
menilai kemajuan siswa dan hasil pekerjaan itu sendiri
g.
Membantu guru dalam
membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi
dan jabatan mereka.
h.
Membantu guru baru di
sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya
i.
Membantu guru agar
lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara
menggunakan sumber-sumber masyarakat dan seterusnya
j.
Membantu guru agar
waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolahnya.
Berdasarkan pada
tujuan-tujuan tersebut, maka pelaksanaan supervisi pendidikan hendaknya dapat
dipahami sebagai suatu proses yang dilakukan oleh pengawas dalam membimbing dan
membantu guru di sekolah dalam upaya pencapaian proses pendidikan
yang baik, berkualitas, bermakna, efektif dan efisien. Proses pendidikan yang
baik, berkualitas, bermakna, efektif dan efisien tersebut, dapat diindikasikan
dengan beberapa point sebagai berikut:
a.
Kegiatan supervisi
membantu pencapaian kompetensi
b.
Kegiatan supervisi
membantu guru dalam memantapkan penguasaan materi pelajaran
c.
Kegiatan supervisi
dapat menarik minat siswa untuk belajar.
d.
Kegiatan supervisi
mampu meningkatkan daya serap siswa dalam belajar
e.
Kegiatan
supervisi membantu meningkatkan ketercapaian angka kelulusan siswa.
f.
Kegiatan
supervisi membantu meningkatkan profesionalisme pengelolaan administrasi
sekolah.
g.
Kegiatan
supervisi membantu meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola dan
menggunakan media pembelajaran
3. Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan
sebagai proses penilaian terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan, apakah
sudah mencapai kompetensi yang telah direncanakan atau belum. Selain itu
evaluasi juga dimaksudkan sebagai proses penilaian terhadap program
pembelajaran yang dilakukan di sekolah dalam setahun dan semester. Pelaksanaan
evaluasi dalam konteks pelaksanaan pengawasan meliputi beberapa hal sebagai
berikut:
a.
Sarana dan
sistem kerja yang digunakan dalam rangka pencapaian tujuan dan kompetensi
b.
Pelaksanaan dengan rencana
dan kebijakan yang telah ditentukan
c.
Hasil sesuai dengan
yang telah direncanakan
4. Pelaporan
Pelaporan merupakan
data tertulis yang diperoleh dari hasil pemantauan, supervisi dan evaluasi.
Data dalam bentuk report tersebut menjadi dasar bagi pengawas untuk melakukan
perbaikan dan peningkatan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
5. Tindak lanjut
Tindak lanjut merupakan
lingkup terakhir dalam pengawasan, yang dalam pelaksanaannya memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a.
Tindak
lanjut hasil pelaksanaan pengawasan
berupa pelaksanaan tugas, tanggung jawab dan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
b.
Pelaksanaan tindak
lanjut diserahkan kepada pejabat yang memiliki kewenangan.
c.
Mendistribusikan
dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang berada di luar batas kewenangannya
kepada unit lain atau kepada atasan yang lebih tinggi untuk didistribusikan
kepada unit kerja yang lain.
d.
Pelaksanaan tindak
lanjut harus tetap dievaluasi dan dikontrol secara berkala.
Menurut Zanal Aqib ( 2009 : 50 ) peranan pengawas pendidikan
antara lain; supervisor/mensuparvisi,evaluator/menilai,counselor/menyuluh,motivator/memotifasi,
konsultan/menasehati.
Dilihat dari sifat kerjanya ada empat
jenis peranan pengawas pendidikan yaitu “Pengawasan yang bersifat korektif,
Pengawasan yang bersifat preventif, Pengawasan yang bersifat konstruktif dan
Pengawasan yang bersifat kreatif” ( Sahertian, 1981 : 32 ).
1.
Pengawasan yang
bersifat Korektif
Suatu kekurangan harus diartikan
sebagai penemuan kearah perbaikan dalam keseluruhan usaha. Bertolak dari
pendirian ini, maka jelaslah bahwa pekerjaan seorang pengawas yang bermaksud
hanya untuk mencari kesalahan akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai
tujuan. Kesalahan-kesalahan dalam setiap pekerjaan sering kali terjadi contohnya
seperti salah ucapan, keliru berbicara, salah dalam penggunaan istilah. Sebagai
pengawas perlu menyadari bahwa mencari kesalahan orang lain sangat bertentangan
dengan tujuan pengawasan. Perbuatan ini akan menimbulkan akibat ketidakpuasan
kedua belah pihak baik guru maupun pengawas itu sendiri. Selain itu guru tidak
akan berubah dan berkembang akan tetapi akan timbul sikap yang menentang atau
acuh tak acuh.
Permasalahan penting yang perlu
disadari oleh pengawas adalah bagaimana menempatkan setiap persoalan dan
kekurangan pada tempatnya dalam seluruh proses pendidikan dan pengajaran.
Apabila persoalan persoalan itu sangat penting dan butuh perhatian dan
penanganan dari pengawas maka pengawas berkewajiban membantu dan membimbing
guru-guru dalam menyelesaikan persoalan tersebut agar kedepannya dapat menyusun
dan merencanakan tata kerja yang konstruktif menuju kearah peningkatan
profesionalisme yang lebih baik.
2.
Pengawasan yang
bersifat Preventi
Dalam hal ini pengawas berperan pada
persoalan guru-guru yang mungkin akan dihadapi pada masa yang akan datang. Ini
bertujuan untuk menekan sekecil mungkin efek-efek yang mungkin terjadi dan
sekaligus membantu guru-guru untuk mempersiapkan diri bila menghadapi suatu
masalah. Merupakan suatu kebijakan bila pengawas mempunyai pandangan kemasa
depan, ia dapat menyusun rencana kerja yang sitematis dan dapat dipertaanggung
jawabkan. Dalam penyusunan rencana ini sebaiknya guru-guru ikut dilibatkan.
Pengawasan yang besifat preventif ini
akan membantu guru dalam menjaga loyalitas dan membantu guru meningkatkan
profesionalime sebab guru akan merasa pengawas telah mempercayai guru-guru
tersebut mampu melanjutkan dan meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya secara profesional. Dengan demikian guru-guru merasa siap menghadapi
situasi baru dan optimis dalam melihat masa depan bahwa tugas yang diterimanya
akan memberi harapan dalam perkembangan profesinya.
3.
Pengawasan yang
bersifat Konstruktif
Pengawasan yang di lakukan oleh pengawas bukanlah
merupakan suatu kesalahan juga bukan hanya usaha perbaikan. Lebih baik
pengawasan diarahkan kepada tugas-tugas yang bersifat konstruktif. Pengawasan
yang bersifat konstruktif pada hakekatnya erat sekali hubungannya dengan
pengertian pendidikan yang sesungguhnya. Permulaan yang terbaik bagi pengawas
adalah ia sendiri meninjau masalah dari segi pendidikan. Baik pengawas maupun
guru-guru wajib memandang masa depan lebih banyak dari masa lampau. Prosedur
yang sehat adalah mengembangkan pertumbuhan lebih banyak daripada memindahkan
kesalahan. Tidak ada guru yang tidak mempunyai kesalahan. Dari
kesalahan-kesalahan inilah mereka dapat memperbaiki diri dan memperoleh
kecakapan dan kesanggupan.
Sekolah-sekolah terkenal dan baik
bukanlah karena gurunya tidak mempunyai problema. Dengan banyaknya
problema-problema yang dihadapi memberikan kreasi baru dan pengawas dalam hal
ini harus melihatnya dari segi konstruktif. Guru-guru lebih senang dan lebih
giat bekerja dalam situasi perkembangan yang sehat daripada mereka menderita
kelumpuhan paedagogis.
4.
Pengawasan yang
bersifat Kreatif
Perbedaan antara pengawasan yang
berkreatif dengan pengawasan yang bersifat konstruktif hanya terletak dalam
aksentuasinya yaitu kebebasan yang lebih besar. Kebebasan menghasilkan suatu
ide. Pada pengawasan kreatif lebih ditekankan pada kebebasan agar guru-guru
dengan kemampuanya berpikirnya dapat mencapai hasil dengan lebih efektif.
Dalam hubunganya dengan kebebasan ini
Cubbberley pernah mengemukakan yang dikutip (Sahertian, 1991: 37) bahwa tujuan
utama dari semua supervisi dalam kelas ialah “Memberi kebebasan guru-guru,
kebebasan terhadap prosedur-prosedur yang pasti dan baku, perintah-perintah
yang tentu sejauh mungkin agar guru-guru menjadi seorang yang kritis dan
kreatif. Pendek kata guru-guru diberi kebebasan dalam batas-batas keterikatan
untuk mengembangkan daya kreasi dan daya karya, sehingga tugas pengawasan hanya
memberi rangsangan untuk menimbulkan daya kreatif guru-guru. Namun demikian
selalu dipelihara kerjasama yang erat dan harmonis maka kerjasama di dalam
melaksanakan tugas harus selalu dipupuk.
C.
METODE
PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
secara kualitatif ini penulis pilih agar dapat memperoleh keterangan-keterangan
yang detil dan mendalam mengenai Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan
Profesionalisme Guru-Guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
“Bogdan dan Taylor ( 1975 : 5 ) mendefinisikan Metodologi
Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kirk dan
Miller ( 1986 : 9 ) Penelitian Kualitatif adalah Tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dan kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan
peristilahannya”( Lexi Maleong, 1997 : 3).
Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang dilakukan
dengan mengumpulkan informasi dalam bentuk kata-kata atau keterangan-keterangan
dengan tidak memerlukan perhitungan. Alasan penggunaan penelitian kualitatif
adalah :
1. Untuk memberikan batas latar
belakang penelitian.
2. Untuk memudahkan perhatian penulis
pada masalah-masalah yang akan diteliti.
3. Dengan menggunakan metode
kualitatif, penulis akan lebih kreatif dalam mengumpulkan data dan informasi di
lapangan karena dapat memanfaatkan nalar dalam memecahkan masalah yang
dihadapi,disamping itu juga dapat mengembangkan hasil penelitian yang mendukung
keabsahan data yang didapatkan di lokasi penelitian.
3.2 Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti di
lapangan adalah mutlak diperlukan karena peneliti berfungsi sebagai instrumen
kunci dan sekaligus
sebagai pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan alat
yang bukan manusia dan tanpa persiapan terlebih dahulu maka sangat tidak
mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di
lapangan. Selain itu hanya manusia yang dapat berhubungan dengan responden atau
obyek utama, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan
kenyataan-kenyataan di lapangan.
Didalam pengumpulan data, peneliti melibatkan diri dalam kehidupan
subyek yang diteliti dan harus berusaha menciptakan hubungan akrab dengan
subyek yang diteliti, agar data yang diperoleh betul-betul
valid. Kehadiran peneliti di tempat penelitian harus terbuka dan menjelaskan
maksud penelitian yang dilakukannya kepada subyek yang diteliti, sehingga
peneliti dapat lebih bebas bertindak untuk mencari dan mengumpulkan data yang
dibutuhkan.
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa sebelum memulai
penelitian terlebih dahulu peneliti harus meminta izin penelitian kepada
lembaga yang berwenang, sehingga penelitian dapat dilakukan dengan leluasa dan
sesuai prosedur.
3.3 Sumber Data
Karena dalam penelitian ini bersifat kualitatif, sumber
datanya bersifat purposive sampling dimana sampling diambil bukan dari populasi
melainkan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam sampel purposive peneliti
cenderung memilih respondens yang dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
serta mengetahui masalah secara mendalam. Dengan demikian penetapan responden
bukan ditentukan oleh pemikiran bahwa refresentatif terhadap populasinya
melainkan responden harus refresentatif terhadap informasi yang diperlukan.
Adapun yang menjadi responden adalah Pengawas Pendidikan
Agama Islam, Kepala Sekolah dan guru-guru MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan
Kabupaten Garut.
3.4 Tehnik Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan sebagai berikut:
1.
Metode Observasi
“Metode observasi
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung. Dalam artian
penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar,
rekaman suara” ( Suharsimi Arikunto, 2006 : 157) .
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian
digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu:
1. Observasi non-sistematis, yang
dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan.
2. Observasi sistematis, yang dilakukan
oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan. (
Suharsimi Arikunto, 2006 : 157) .
Metode observasi ini peneliti gunakan untuk melihat atau
mengamati perubahan fenomena sosial di lingkungan MTs
Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Dalam hal ini peneliti mengamati
proses kegiatan Pengawas Pendidikan Agama Islam serta bagaimana peranannya
terhadap pembinaan profesionalisme guru-guru yang ada di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Observasi yang peneliti gunakan
adalah observasi partisipatif dimana peneliti melibatkan diri dan berbaur dan
ikut aktif dengan aktivitas subyek penilitian.
2.
Metode Wawancara ( Interviu )
Interviu/wawancara/kuensioner lisan adalah sebuah dialog
yang dilakukan oleh pewawancara/interviewer untuk memperoleh informasi dari
terwawancara”( Suharsimi Arikunto, 2006 : 155 ). Interviu ini digunakan oleh
peneliti untuk menilai keadaan seseorang.
Sehubungan dengan penelitian ini peneliti akan mewawancarai
orang-orang yang mengetahui dan memahami tentang bagaimana peranan Pengawas
Pendidikan Agama Islam dalam membina profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Adapun yang akan di wawancara
adalah :
1. Pengawas MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
2. Kepala MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3. Guru-guru di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
Adapun hal-hal yang perlu diwawancarai adalah berkaitan
dengan Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan profesionalisme
Guru-guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3.
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah penyelidikan terhadap benda-benda
tertulis seperti ”buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-paraturan, notulen
rapat, catatan harian”( Suharsimi Arikunto, 2006 : 158 ),
Metode dokumentasi ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan
data tertulis yang dapat memberikan keterangan yang sesuai dengan data yang
dibutuhkan seperti program Pengawas guru agama Islam dalam membina profesionalisme Guru-guru di MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, seperti persiapan mengajar guru
dan catatan-catatan lain yang terkait dengan pembinaan professionalisme guru di
MTs Cokroaminoto
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3.5 Tehnik Analisis Data
“Menurut Patton ( 1980:268) Analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan
suatuan uraian dasar”( Lexy J. Maleong, 1991:103).
Setelah data itu semua terkumpul maka data tersebut
dianalisis diolah, dalam hal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Induksi yaitu cara
menganilisis data dengan mengambil kesimpulan dari permasalahan-permasalahan
yang bersifat khusus ke yang bersifat umum (dari hal-hal yang khusus, dianalisis
menjadi hal-hal yang umum).
2. Metode deduksi yaitu suatu cara
menganalisis data dengan mengambil atau menarik kesimpulan dari permasalahan-permasalahan
yang bersifat umum ke yang bersifat khusus (dari hal-hal yang umum kepada hal-hal yang
khusus).
3.6 Keabsahan Data
Tujuan dari kredibilitas data ini adalah membuktikan apa
yang diamati peneliti sesuai dengan kenyataan yang terdapat didalamnya, dan
apakah penjelasan yang diberikan tentang kenyataan sebenarnya ada atau terjadi.
Kemudian dalam menganalisis data tersebut berangkat dari
sesuatu yang bersifat khusus menuju penjelasan yang bersifat umum. Dalam arti
lain menganalisa data yang terkumpul peneliti dengan menggunakan data yang
diperoleh dari observasi dan kemudian data itu dipergunakan sebagai dasar
pembahasan selanjutnya.
Menurut Maleong (1991 : 175 ), “Untuk memperoleh keabsahan
temuan-temuan dapat dilakukan dengan jalan perpanjangan keikutsertaan,
observasi yang mendalam, tringulasi, pembahasan dengan sejawat, kecukupan
referensi, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota”.
Dari tujuh tehnik yang dikedepankan oleh Meleong tersebut di
atas, penulis hanya akan menggunakan empat cara, hal ini disebabkan dengan
fokus dan tujuan penelitian yaitu memperpanjang kehadiran peneliti dilapangan, pembahasan
dengan sejawat, observasi yang mendalam dan kecukupan referensi.
3.7 Sistematika Pembahasan
Untuk sistematika pembahasan dalam penelitian ini, peneliti
mengetengahkan gambaran pembahasan secara garis besarnya yaitu:
Bab I, membahas tentang pendahuluan
yang berisikan tentang pokok- pokok pembahasan penelitian yang terdiri dari :
1.1 Latar belakang masalah
1.2 Alasan memilih judul
1.3 Rumusan masalah
1.4 Tujuan penelitian
1.5 Kegunaan penelitian
Bab
II, membahas tentang pandangan teori atau kajian pustaka yang terdiri dari:
2.1 Pengertian Pengawas Pendidikan Agama
Islam
2.2 Kriteria Menjadi Pengawas.
2.3 Tugas dan Tanggung Jawab Pengawas
Pendidikan Agama Islam
2.4 Bidang Tehnis
Pendidikan
2.5 Bidang Tehnis
Administratif
2.6 Ciri ciri Pengawas Yang Baik
2.7 Pengertian Profesionalisme Guru
2.8 Fungsi, Tugas
dan Tanggungjawab Guru
2.9 Ciri-Ciri Guru
Yang Profesional
2.10 Peranan Pengawas Pendidikan Agama
Islam dalam Pembinaan Profesionalisme Guru
Bab
III, membahas tentang metode penelitian yang dipakai peneliti antara lain:
3.1 Desain Penelitian
3.2 Kehadiran Peneliti
3.3 Sumber Data
3.4 Tehnik Pengumpulan Data
3.5 Tehnik analisis data
3.6 Keabsahan data
Tidak ada komentar:
Posting Komentar