Kamis, 27 Juni 2013

PERANAN PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PROFESIONALISME GURU


PERANAN PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TERHADAP PROFESIONALISME GURU DI MTs COKROAMINOTO KECAMATAN KARANGPAWITAN KABUPATEN GARUT
TAHUN PELAJARAN 2012/2013

A.    PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam GBHN Tahun 1993 “Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang  beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani” (Sri Banun Muslim,2008:7). Oleh karena itu mutu Pendidikan Nasional perlu ditingkatkan. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan tenaga pendidik yang professional, seperti yang tertera dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan” sehingga tujuan yang terdapat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan GBHN 1993 dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ketika situasi Sekolah harus menerapkan keseriusan dalam melaksanakan 8 Standar Nasional Pendidikan tersebut diatas dan membutuhkan para pengelola untuk mengemban tugas-tugas edukatifnya, maka peranan Pengawas turut menentukan baik untuk peningkatan kompetensi para pengelola maupun  terhadap pengembangan program-program kependidikan tersebut.
Dalam konteks ini, pengawasan merupakan terjemahan langsung dari istilah controlling dan bukan terjemahan dari tema supervisi semata, karena sesungguhnya pelaksanaan supervisi merupakan salah satu bagian kecil dalam kegiatan controlling. Hal ini juga dikuatkan oleh PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 23 yang menyebutkan bahwa pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) adalah meliputi: pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar sebagai upaya untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Penanggung jawab proses belajar mengajar didalam kelas adalah guru, karena gurulah yang langsung memberikan bimbingan dan latihan kepada siswa. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut guru tentunya memiliki seperangkat kemampuan yang dipersiapkan melalui program kependidikan sehingga mampu menjadi guru yang professional. Oleh karena itu, profesionalisme guru sebagai tenaga kependidikan perlu ditingkatkan agar mampu mengelola kelas dengan baik dan mampu memberikan bimbingan dan latihan kepada siswa agar tercapai tujuan pendidikan tersebut.
“Kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya” (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14). Sedangkan profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, 1996: 789). Istilah Profesionalisme ini diangkat dari bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti “sifat professional” (Sudarwan Danim, 2002:23). Pandji Anoraga & Sri Suyati (1995:85) menyatakan “profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.” Profesinalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber kehidupan. Sebagaimana dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006:42) bahwa profesionalisme guru mengandung pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan.
Dalam meningkatkan profesionalisme, guru dapat dibimbing oleh supervisor yang dalam istilah pendidikan disebut Pengawas. Pengawas mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat, serta mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah keberadaannya sangat diharapkan oleh guru dalam rangka membantu dan membimbing guru ke arah tercapainya peningkatan kualitas pembelajaran guru mata pelajaran, khususnya mata pelajaran agama Islam di lingkungan sekolah-sekolah yang bernaung pada Kementerian Agama. Dalam melaksanakan tugasnya pengawas berkewajiban membantu para guru dengan memberikan bimbingan dan dukungan agar guru dapat melaksanakan tugasnya, baik sebagai pendidik maupun pengajar.
Berangkat dari latar belakang diatas peneliti tertarik menjadikan MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut sebagai objek penelitian tentang “Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam  Terhadap Profesionalisme Guru”.
1.2.   Alasan Memilih Judul
Adapun alasan penulis mengangkat judul tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Menurut peneliti Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam sangat strategis dalam meningkatkan kompetensi dan professional guru sehingga sangat menarik untuk diteliti dan sepengetahuan penulis belum ada yang mempublikasikannya, dan kedepannya bisa dijadikan rujukan untuk memperoleh informasi tentang peranan pengawas pendidikan agama Islam terhadap profesionalisme guru.
2.      Kurangnya minat masyarakat memasukkan putera puterinya ke lembaga pendidikan agama karena sebagian masyarakat masih menganggap madrasah adalah alternatif terakhir dalam menyekolahkan putera puterinya karena menganggap mutu pendidikan agama masih dibawah lembaga pendidikan umum, dari opini masyarakat tersebut peneliti merasa tergugah untuk menelusuri tentang peranan pengawas pendidikan agama Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah.
1.3.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1.         Bagaimana peranan pengawas pendidikan agama Islam terhadap pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
2.         Bagaimana bentuk-bentuk pembinaan profesionalisme guru di  MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
3.         Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan profesionalisme guru di  MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
4.         Apa solusi dalam mengatasi kendala-kendala dalam pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013?
1.4.   Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini sangat perlu menentukan tujuan, karena setiap pekerjaan yang tidak ditentukan tujuannya tidak akan mencapai sasaran yang tepat dan jelas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk :
1.        Mengetahui peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam terhadap pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013.
2.        Mengetahui bentuk-bentuk pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013.
3.        Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya pembinaan  profesionalisme  guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2012/2013.
4.        Bisa mendapatkan solusi dari kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya pembinaan profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut tahun Pelajaran 2012/2013.
1.5.   Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dapat diperoleh mengenai Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam Terhadap Profesionalisme Guru ini diharapkan untuk dapat diperoleh manfaat secara teoritis maupun praktis yaitu:
1.      Kegunaan Teoritis yaitu dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam upaya menambah dan mengembangkan wawasan dan pengetahuan, terutama tentang peranan pengawas pendidikan agama Islam terhadap pembinaan profesionalisme guru.
2.      Kegunaan Praktis yaitu dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi semua pihak yang bergelut di bidang pendidikan baik bagi pengawas maupun guru-guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, dan di harapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat sebagai rangsangan agar ikut serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan agama.
B.     KAJIAN PUSTAKA
2.1.   Pengertian Pengawas Pendidikan Agama Islam
“Pengawas adalah sekelompok jabatan fungsional yang bertugas memonitoring, membimbing dan membina kehidupan lembaga persekolahan” (. Nadjamuddin S. Baropo, 2009: 11). Sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No. 381 tahun 1999 Pengawas Pendidikan Agama adalah “Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk pengawasan pendidikan agama disekolah dan madrasah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan  administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah”( Depag. RI, 2008:1 ).
Pengawas Pendidikan Agama Islam merupakan unsur/aparatur Departemen Agama yang secara fungsional diberi tugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum (SD,SMP,SMA dan SMK) dan pelaksanaan Pengembangan Kehidupan Beragama (PKB) pada Sekolah. Ini diatur dengan peraturan perundang-undangan serta kebijaksanaan teknis lainnya sebagai dasar untuk melakukan pengawasan tersebut.
Pengawas Pendidikan Agama Islam adalah “Pegawai negeri sipil dari lingkungan Departemen Agama yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang penuh terhadap pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah umum dan penyelenggaraan pendidikan di madrasah dengan melakukan penilaian dan pembinaan dari segi tehnis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah”
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat difahami bahwa tugas pokok pengawas pendidikan agama Islam mencakup dua lembaga yang berbeda yaitu pengawasan di sekolah umum dan pengawasan di madrasah.
2.2.   Kriteria Menjadi Pengawas
Seperti yang dikutip Zainal Aqib dalam PP RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 39 Ayat 2 yang berbunyi: Kriteria minimal untuk menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi:
1.      Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi.
2.      Memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan  pendidikan
3.      Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.
2.3.   Tugas  dan Tanggung jawab  Pengawas Pendidikan Agama Islam
Sesuai dengan SK Menpan No. 118/1996 Bab II Pasal 3 ayat (1), maka tugas Pokok Pengawas Pendidikan Agama Islam adalah: ”Menilai dan membina teknis pelaksanaan pendidikan agama Islam di Sekolah Umum dan terhadap penyelenggaraan pendidikan di Madrasah baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya”.
Sejalan dengan UUSPN no.20 Tahun 2003 bidang pengawasan pendidikan agama Islam pada sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional meliputi; Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sedangkan pada Madrasah di lingkungan Departemen Agama meliputi ; Raudhotul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan  Madrasah Aliyah (MA) baik negeri maupun swasta.
Dari gambaran di atas dapat dipahami bahwa tugas pokok pengawas pendidikan agama Islam mencakup dua lembaga pendidikan yang berbeda, yaitu Sekolah Umum dalam lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan di Madrasah dalam lingkungan Departemen Agama. Hal ini berarti bahwa apabila pengawas pendidikan agama Islam melakukan pengawasan di sekolah umum maka tugas pokoknya adalah menilai pelaksanaan pengajaran mata pelajaran pendidikan agama Islam dan membina para guru pendidikan agama Islam sekolah yang bersangkutan, dan pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan/supervisi teknis kependidikan dan melakukan pengawasan administrasi terkait.
Sedangkan pada madrasah, pengawas pendidikan agama Islam melakukan penilaian dan pembinaan atas penyelenggaraan pendidikan pada madrasah yang bersangkutan secara menyeluruh baik teknis pendidikan maupun administrasi, kecuali terhadap mata pelajaran/rumpun mata pelajaran lain seperti ; matematika, fisika, kimia, biologi dan sebagainya, yang pengawasannya dilakukan oleh pengawas sekolah yang beragama Islam dari Departemen Pendidikan Nasional.
Bila dikembangkan lebih lanjut, maka tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh masing-masing jenjang jabatan pengawas adalah sebagai berikut :
1.      Bagi pengawas pendidikan agama Islam yang bertugas di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Raudhotul Athfal, Busthanul Athfal dan Madrasah Ibtidaiyah  adalah :
a.    melakukan pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan pengembangan agama Islam di Taman Kanak-kanak dan penyelenggaraan pendidikan di Raudhotul Athfal dan Bustanul Athfal, kecuali bidang pengembangan selain agama Islam.
b.    melakukan pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan mata pelajaran pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar dan penyelenggaraan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah, kecuali mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
c.    melakukan pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan tugas guru pendidikan agama Islam pada TK dan SD dan guru serta tenaga lain pada RA, BA dan MI kecuali guru mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
d.     melakukan pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler pendidikan agama Islam pada TK dan SD serta kegiatan ekstra kurikuler di RA, BA dan MI.
2.      Bagi pengawas pendidikan agama Islam yang bertugas di SMP, SMA, SMK, SLB dan MTs, dan MA adalah :
a.       melakukan pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP, SMA/SMK dan SLB dan penyelenggaraan pendidikan di MTs dan MA kecuali mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
b.      melakukan pengawasan/supervisi terhadap pelaksanaan tugas guru pendidikan agama Islam dari SMP, SMA, SMK dan SLB dan guru serta tenaga lain di MTs dan MA kecuali guru mata pelajaran/rumpun mata pelajaran selain pendidikan agama Islam.
c.       melakukan pengawasan/supervisi terhadap kegiatan ekstra kurikuler pendidikan agama Islam pada SMP, SMA/SMK dan SLB serta kegiatan ekstra kurikuler pada MTs dan MA yang menjadi tanggung jawabnya.
3.      Pengawasan Pendidikan Agama Islam Pada Pendidikan Menengah
Pengawas Pendidikan Agama Islam mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Mapenda Islam/TOS pada Kanwil Departemen Agama Propinsi/Daerah Istimewa dalam bidang Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah melalui pengawasan atas pelaksanaan tugas Guru Pendidikan Agama Islam pada SMA, SMK dan pelaksanaan pendidikan pada Madrasah Aliyah.
Tanggung Jawab Pengawas diantaranya :
1.      Melaksanakan  pengawasan  penyelenggaraan  pendidikan  di sekolah sesuai dengan penugasannya pada Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar /Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah  Lanjutan Tingkat  Pertama, Sekolah   Lanjutan  Tingkat  Atas dan Sekolah   Luar Biasa.
2.      Meningkatkan  kualitas  proses  belajar  mengajar/bimbingan dan  hasil  prestasi
3.      Belajar /bimbingan    siswa    dalam    kegiatan   ektrakurikuler   dalam    rangka pencapaian  tujuan  pendidikan  dan  pendalaman pemahaman serta pengamalan materi.
4.      Meningkatkan   motivasi    dan    kinerja   guru    pendidikan  agama  Islam   agar semakin kompeten dan profesional dalam menjalankan tugas  kependidikan dan  pengajaran.
2.4.   Bidang Tehnis Pendidikan
Hal-hal pokok yang berkaitan dengan tehnis pendidikan adalah kurikulum, proses belajar mengajar, evaluasi, keterpaduan pendidikan agama Islam dengan mata pelajaran lain.
1.      Kurikulum
Kurikulum yang dimaksud dalam konteks ini adalah kurikulum yang berlaku secara nasional saat ini. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berorientasi dan mengacu pada taksonomi tujuan pendidikan,seperti yang dikemukakan oleh S. Bloom yang mencakup “Domain kognitif, domain psikomotorik dan domain afektif” ( prof. Dr. Piet A Sahertian, 2008 : 29 ). Pengawas Pendidikan Agama Islam harus menguasai kurikulum tersebut secara rinci. Hal ini sangat penting, karena atas dasar kurikulum itulah para pengawas melakukan pembinaan teknis edukatif, tanpa menguasai kurikulum akan sangat sulit dalam melakukan pembinaan kepada guru.
2.      Proses Belajar Mengajar
Pada dasarnya proses belajar mengajar adalah kegiatan interaksi dua arah antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan belajar mengajar karena dalam interaksi tersebut terjadi pengaruh timbal balik, artinya bukan hanya siswa yang belajar dari gurunya, tetapi guru juga banyak belajar dari kegiatan tersebut. Dengan kata lain guru dan siswa merupakan dua komponen yang menentukan dalam kegiatan belajar mengajar disamping komponen-komponen yang lain seperti materi, metode dan tujuan.
Pendidikan agama Islam menggunakan berbagai macam pendekatan, antara lain pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan rasional, pendekatan emosional dan pendekatan keimanan.
a.    Pendekatan Pengalaman adalah yang dilakukan dengan cara pemberian pengalaman keagamaan kepada siswa untuk mengalami sendiri berbagai kegiatan keagamaan, sehingga tertanam nilai-nilai agamis dalam setiap gerak dan tindakannya. Pendekatan ini dapat diberikan secara sendiri-sendiri maupun kelompok.
b.    Pendekatan pembiasaan adalah pendekatan yang dilakukan dengan jalan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan atau memperlihatkan kemampuannya dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, baik yang bersifat berbentuk gerakan maupun ucapan, seperti gerakan sholat maupun ucapan-ucapan kalimat yang dibaca dalam gerakan sholat.
c.    Pendekatan rasional adalah pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan rasio peserta didik. Jalan yang ditempuh untuh mengasah rasio peserta didik antara lain dengan tanya jawab, diskusi baik secara individual maupun kelompok. Pengembangan rasio ini dimaksudkan rasio yang berkaitan dengan ayat-ayat ( tanda-tanda ) kebesaran Allah SWT, baik yang terdapat dalam alam semesta maupun dalam ayat-ayat Al- Qur’an.
d.   Pendekatan emosional adalah pendekatan yang digunakan untuk menggugah perasaan/emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran  agamanya. Dengan pendekatan ini diharapkan perasaan keagamaan siswa bertambah kuat dan keyakinannya tentang keberadaan agama Allah semakin mantap.
e.    Pendekatan fungsional adalah pendekatan yang menekankan pada segi manfaatnya dalam kehidupan siswa sesuai dengan perkembangan psikologis dan kemampuan berfikirnya, baik kemampuan kognitif, afektif maupun kemampuan psimotorik.
f.     Pendekatan keimanan adalah landasan dari semua pendekatan yang disebutkan diatas, artinya semua pendekatan tersebut diarahkan pada penanaman dan peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, baik yang berbentuk pengetahuan, keterampilan atau sikap dalam kehidupan sehari-hari, karena hal inilah yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah.
Disamping memperhatikan masalah pendekatan, guru juga harus memperhatikan metodologi pengajaran yang akan digunakan karena dengan penggunaan metode pengajaran yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Mengingat situasi dan kondisi sarana sekolah yang berbeda satu sama lain dan juga beragamnya kemampuan guru-guru dalam mengajar, maka guru perlu memilih sendiri metode-metode mengajar yang akan digunakan. “Metode pembelajaran harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas peseta didik” (  E. Mulyasa,  2010 : 107 ).
Jadi dalam memilih metode pembelajaran hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Metode yang dipilih disesuaikan dengan tujuan dan materi
2.      Metode yang dipilih disesuaikan dengan sarana atau fasilitas yang ada
3.      Metode yang dipilih dapat dikembangkan sesuai dengan perubahan yang diperkirakan
4.      Metode yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan guru
5.      Metode yang dipilih harus mampu mendorong siswa aktif
Pada dasarnya metode yang digunakan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, oleh karena itu harus diusahakan agar penggunaan metode pembelajaran disesuaikan dengan hal-hal yang disebutkan diatas dengan prinsip memberikan materi kepada siswa semudah mungkin dan diusahakan pula agar materi yang diberikan dengan cara yang menyenangkan dan menarik minat belajar peserta didik.
Selain menggunakan metode pembelajaran yang tepat guru juga harus menggunakan strategi yang tepat dalam mengajar, Oliva mengemukakan “Strategi mengajar bisa didefinisikan sebagai prosedur atau perangkat prosedur untuk menyampaikan sumber pelajaran atau menyebarkan pokok-pokok pelajaran dalam proses pengajaran yang melibatkan keaktifan guru dan siswa” ( Sri Banun , 2009 : 129 ). Jadi dalam kegiatan belajar mengajar disamping menggunakan pendekatan dan metode yang tepat, guru juga diharapkan mampu menerapkan strategi yang tepat.
3.      Evaluasi  
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, kerena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses penetapan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik oleh peserta didik. Penilaian terhadap aspek kognitif mencakup semua unsur pokok pendidikan agama Islam, sedang untuk aspek afektif lebih ditekankan pada pokok akhlak dan keimanan dan untuk aspek psikomotorik lebih ditekankan pada materi ibadah, khususnya cara wudlu’ dan sholat yang benar serta membaca Al- Qur’an.
Mengingat kompleksnya proses penilaian, guru perlu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai. Kemampuan lain yang harus dikuasai oleh guru sebagai evaluator adalah kemampuan dalam memahami tehnik evaluasi, baik tes maupun nontes yang meliputi jenis masing-masing tehnik. Hal penting yang perlu diperhatikan oleh evaluator adalah perlunya melakukan penilaian secara adil agar penilaian tersebut bisa lebih objektif.
Kegiatan pengawasan edukatif yang mencakup kurikulum, proses belajar mengajar dan evaluasi dapat dilakukan oleh pengawas dengan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, pengamatan kelas, observasi dokumen, diskusi dengan guru tentang masalah proses belajar mengajar dan evaluasi dalam rangka pembinaan.
2.5.   Bidang Tehnis Administratif
Hal pokok yang menjadi tugas pengawas yang berkaitan dengan tehnis administratif yang tertera dalam Jurnal Direktur Tenaga Kependidikan Surya Darma ( 2008 : 4 ) adalah untuk membantu kepala sekolah/madrasah dan tenaga kependidikan di sekolah di bidang administrasi sekolah/madrasah yang meliputi:
1.      Administrasi kurikulum,
2.      Administrasi keuangan,
3.      Administrasi sarana prasarana/perlengkapan,
4.      Administrasi tenaga kependidikan,
5.      Administrasi kesiswaan,
6.      Administrasi hubungan/madrasah dan masyarakat
7.      Administrasi persuratan dan pengarsipan.
Dalam melaksanakan tugas ini pengawas harus mempunyai tehnik-tehnik yang efektif. Kemampuan profesional pengawas dalam bidang tehnis edukatif dan tehnis administratif merupakan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh pengawas, bila tidak maka kehadiran pengawas tidak akan membawa pengaruh apapun dalam meningkatkan profesionalisme guru dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Jadi secara garis besarnya tugas pokok seorang pengawas yaitu:
1.       Melaksanakan pengawasan akademik yaitu pembinaan terhadap guru agar dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran, pembinaan dan hasil belajar siswa.
2.       Melaksanakan pengawasan manajerial dengan memberikan pembinaan kepada kepala sekolah beserta seluruh stafnya agar dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya.
Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan seorang pengawas yaitu:
1.      Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan
2.      Meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah yang dibinanya
3.      Pengawas harus meningkatkan kemampuannya karena untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pengawas harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang lebih unggul dari guru dan kepala sekolah yang dibinanya.
2.6  Ciri-ciri Pengawas Yang Baik
       Seorang pengawas/supervisor yang baik, hendaknya memiliki pribadi guru yang baik, memiliki pembawaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang luas mengenai proses pendidikan, kepribadian yang menyenangkan dan kecakapan melaksanakan human relition yang baik. Menurut M. Ngalim Purwanto ( 2005 : 85 ) “Disamping harus memiliki ilmu administrasi dan memahami fungsi-fungsi admnistrasi dengan sebaik-baiknya untuk menjalankan fungsinya dengan baik, seorang supervisor harus memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat sepeti berikut :
1.      Berpengetahuan luas tentang seluk beluk semua pekerjaan yang berada   dibawah pengawasannya.
2.      Menguasai/memahami benar-benar rencana dan program yang telah digariskan yang akan dicapai oleh setiap lembaga atau bagian.
3.      Berwibawa dan memiliki kecakapan praktis tentang tehnik-tehnik kepengawasan, terutama human relation.
4.      Memiliki sifat-sifat jujur, tegas, konsekuen, ramah dan rendah hati. “Berkemauan keras, rajin bekerja demi tercapainya tujuan atau program yang telah digariskan/disusun”.
2.7  Pengertian Profesionalisme Guru
     Profesionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan kerja tertentu dalam kehidupan masyarakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat untuk melakukan pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia.
     Profesionalisme guru adalah seseorang yang memiliki pengetahuan serta mampu mengembangkan profesinya sebagai guru sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan anak didik. Dengan demikian seorang guru/pendidik yang profesional adalah seorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang profesional, yang mampu mengembangkan profesinya sebagai guru yang profesional.
     Sebagaimana dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006:42) bahwa profesionalisme guru mengandung pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan. Dengan demikian dapat diartikan, bahwa kompetensi professional tentu saja meliputi ketiga unsur itu walaupun tekanan yang lebih besar terletak pada unsur keterampilan sesuai dengan peranan yang dikerjakan. Sehingga Danim (2002) menyatakan bahwa “orang yang profesional memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau katakanlah berada dalam satu ruang kerja.”
2.8  Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab Guru
  Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar mensosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap dan keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.
  Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :
1.      Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman
2.      Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila
3.      Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983
4.      Sebagai prantara dalam belajar
5.      Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya
6.      Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
7.      Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu
8.      Sebagai adminstrator dan manajer
9.      Guru sebagai perencana kurikulum
10.  Guru sebagai pemimpin
11.  Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak
  Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.
  Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan jelas memberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
  Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
Dari uraian di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut :
1.      Fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.
2.      Motivator
Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar
3.      Informator
Sebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.
4.      Pembimbing
Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing
5.      Korektor
Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk
6.      Inspirator
Sebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik
7.      Organisator
Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain sebagainya.
8.      Inisator
Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran
9.      Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami
10.  Pengelolaan kelas
Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru.
11.  Mediator
Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material.
12.  Supervisor
Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.
13.  Evaluator
Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik. 
  Dalam buku Pengembangan Profesi Guru, Udin Syaefuddin Saud, ( 2008 : 40 )  merumuskan tugas dan tanggung jawab guru antara lain :
1.      Guru sebagai pengajar
2.      Guru sebagai pengajar dan juga pendidik
3.      Guru sebagai pengajar, pendidik dan juga agen pembaharuan dan pembangunan masyarakat
4.      Guru yang berkewenangan berganda sebagai pendidik profesional dengan bidang keahlian lain selain kependidikan
  Dalam buku Pendidikan Guru Oemar Hamalik ( 2008 : 28 ) mengemukakan tugas seorang guru professional antara lain yaitu :
1.      Bertindak sebagai model bagi para anggota lainnya.
2.      Merangsang pemikiran dan tindakan
3.      Memimpin perencanaan dalam mata pelajaran atau daerah pelajaran tertentu.
4.      Memberikan nasihat kepada executive teacher sesuai dengan kebutuhan tim.
5.      Membina/memelihara literature professional dalam daerah pelajarannya.
6.      Bertindak atau memberikan pelayanan sebagai manusia sumber dalam daerah pelajaran tertentu dengan referensi pada in-service, training dan pengembangan kurikulum.
7.      Mengembangkan file sumber kurikulum dalam daerah pelajaran tertentu dan mengajar kelas-kelas yang paling besar.
8.      Memelihara hubungan dengan orang tua murid dan memberikan komentar atau laporan.
9.      Bertindak sebagai pengajar dalam timnya.
2.9  Ciri-Ciri Guru yang professional
1.      Mempunyai komitmen pada proses belajar siswa
2.      Menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkannya.
3.      Mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya.
4.      Merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya  yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan profesionalismenya.
Ciri-ciri tersebut dapat digunakan sebagai kreteria atau tolak ukur keprofesionalan guru. Selanjutnya kreteria ini akan berfungsi ganda yaitu: untuk mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia ini telah memenuhi kreteria professional dan untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju profesionalisasi guru.
2.10   Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Profesionalisme Guru
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 23 disebutkan bahwa pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi/pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan pengawasan pendidikan di tingkat satuan pendidikan memiliki cakupan dan ruang lingkup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut.
Direktur Tenaga Kependidikan Vol. 3 Surya Dharma ( 2008 :  2 ) mengemukakan bahwa “Peranan umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai :  observer ( pemantau ), supervisor, evaluator ( pengevaluasi ) pelaporan, dan  successor ( penindak lanjut hasil pengawasan ).
1.      Pemantauan
Pemantauan merupakan pengawasan yang dilaksanakan langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Pemantauan ini diperlukan untuk melihat secara real pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan proses pendidikan secara komprehensif dan faktual.
2.      Supervisi
Kegiatan supervisi perlu dipahami asumsi-asumsi sebagai berikut:
a.     Supervisi  mengarahkan  perhatiannya  pada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta pengembangannya dalam pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
b.    Supervisi berorientasi pada perbaikan dan pengembangan proses pembelajarn secara total, termasuk pembinaan dan peningkatan profesi keguruan, pengadaan fasilitas, peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta implementasi dan pengembangan kurikulum secara benar.
c.    Pelaksanaan supervisi difokuskan  pada  setting for learning (berpusat pada pembelajaran).
d.   Supervisi memberikan motivasi  bagi tumbuh kembangnya semangat dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
e.    Supervisi  memberikan pelayanan yang manusiawi dan proporsional kepada para tenaga kependidikan, karena masing-masing individu dari tenaga kependidikan tersebut memiliki karakter dan etos kerja yang berbeda.
f.     Supervisi dapat memberikan motivasi bagi peningkatan kualitas sekolah dan peningkatan semangat dan etos kerja tenaga kependidikan.
  Adapun tujuan pelaksanaan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan situasi dan proses pembelajaran menjadi lebih baik dan berkualitas. Secara rinci, tujuan pelaksanaan supervisi pendidikan ini adalah sebagai berikut :
a.       Memberikan bantuan kepada guru dalam memodifikasi pola-pola pembelajaran yang kurang efektif
b.      Meningkatkan kinerja guru/tenaga kependidikan
c.       Membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan pengelolaan sekolah agar proses dan hasil belajar dapat tercapai dengan optimal
d.      Menciptakan kualitas pengalaman pembelajaran dengan mengefektifkan seluruh komponen pendidikan secara simultan
e.       Memberikan semangat, agar seluruh tenaga pengelola pendidikan di sekolah/madrasah mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien
f.       Mengaitkan peran penghubung (linking role) yang amat vital, antara manajemen dan jenjang operasional sehingga supervisi mampu mewakili dalam penyampaian kebijakan manajemen (pusat/kanwil) kepada aparat lapangan (para pengelola sekolah) sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang telah ditetapkan.
g.      Melaksanakan fungsi sebagai pengendali mutu pendidikan, sehingga kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan sesuai aturan dan mampu mencapai target maksimal yang diinginkan.
  Selain 7 (tujuh) fungsi pelaksanaan supervisi pendidikan di atas, Suhertian (1981) juga merinci beberapa tujuan pelaksanaan supervisi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a.       Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan
b.      Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar siswa
c.       Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar
d.      Membantu guru dalam menggunakan metode dan alat pembelajaran
e.       Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa
f.       Membantu guru dalam menilai kemajuan siswa dan hasil pekerjaan itu sendiri
g.      Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
h.      Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya
i.        Membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber masyarakat dan seterusnya
j.        Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolahnya.
  Berdasarkan pada tujuan-tujuan tersebut, maka pelaksanaan supervisi pendidikan hendaknya dapat dipahami sebagai suatu proses yang dilakukan oleh pengawas dalam membimbing dan membantu guru di sekolah dalam upaya pencapaian   proses pendidikan yang baik, berkualitas, bermakna, efektif dan efisien. Proses pendidikan yang baik, berkualitas, bermakna, efektif dan efisien tersebut, dapat diindikasikan dengan beberapa point sebagai berikut:
a.       Kegiatan supervisi membantu pencapaian kompetensi
b.      Kegiatan supervisi membantu guru dalam memantapkan penguasaan materi pelajaran
c.       Kegiatan supervisi dapat menarik minat siswa untuk belajar.
d.      Kegiatan supervisi mampu meningkatkan daya serap siswa dalam belajar
e.       Kegiatan  supervisi membantu meningkatkan ketercapaian angka kelulusan siswa.
f.       Kegiatan  supervisi membantu meningkatkan profesionalisme pengelolaan administrasi sekolah.
g.      Kegiatan  supervisi membantu meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola dan menggunakan media pembelajaran
3.      Evaluasi
  Evaluasi dimaksudkan sebagai proses penilaian terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan, apakah sudah mencapai kompetensi yang telah direncanakan atau belum. Selain itu evaluasi juga dimaksudkan sebagai proses penilaian terhadap program pembelajaran yang dilakukan di sekolah dalam setahun dan semester. Pelaksanaan evaluasi dalam konteks pelaksanaan pengawasan meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a.       Sarana  dan  sistem kerja yang digunakan dalam rangka pencapaian tujuan dan kompetensi
b.      Pelaksanaan dengan rencana dan kebijakan yang telah ditentukan
c.       Hasil sesuai dengan yang telah direncanakan
4.      Pelaporan
  Pelaporan merupakan data tertulis yang diperoleh dari hasil pemantauan, supervisi dan evaluasi. Data dalam bentuk report tersebut menjadi dasar bagi pengawas untuk melakukan perbaikan dan peningkatan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
5.      Tindak lanjut
  Tindak lanjut merupakan lingkup terakhir dalam pengawasan, yang dalam pelaksanaannya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Tindak lanjut    hasil   pelaksanaan  pengawasan  berupa  pelaksanaan   tugas, tanggung jawab dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
b.      Pelaksanaan tindak lanjut diserahkan kepada pejabat yang memiliki kewenangan.
c.       Mendistribusikan  dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang berada di luar batas kewenangannya kepada unit lain atau kepada atasan yang lebih tinggi untuk didistribusikan kepada unit kerja yang lain.
d.      Pelaksanaan tindak lanjut harus tetap dievaluasi dan dikontrol secara berkala.
Menurut Zanal Aqib ( 2009 : 50 ) peranan pengawas pendidikan antara lain; supervisor/mensuparvisi,evaluator/menilai,counselor/menyuluh,motivator/memotifasi, konsultan/menasehati.
Dilihat dari sifat kerjanya ada empat jenis peranan pengawas pendidikan yaitu “Pengawasan yang bersifat korektif, Pengawasan yang bersifat preventif, Pengawasan yang bersifat konstruktif dan Pengawasan yang bersifat kreatif” (  Sahertian, 1981 : 32 ).
1.      Pengawasan yang bersifat Korektif
Suatu kekurangan harus diartikan sebagai penemuan kearah perbaikan dalam keseluruhan usaha. Bertolak dari pendirian ini, maka jelaslah bahwa pekerjaan seorang pengawas yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan. Kesalahan-kesalahan dalam setiap pekerjaan sering kali terjadi contohnya seperti salah ucapan, keliru berbicara, salah dalam penggunaan istilah. Sebagai pengawas perlu menyadari bahwa mencari kesalahan orang lain sangat bertentangan dengan tujuan pengawasan. Perbuatan ini akan menimbulkan akibat ketidakpuasan kedua belah pihak baik guru maupun pengawas itu sendiri. Selain itu guru tidak akan berubah dan berkembang akan tetapi akan timbul sikap yang menentang atau acuh tak acuh.
Permasalahan penting yang perlu disadari oleh pengawas adalah bagaimana menempatkan setiap persoalan dan kekurangan pada tempatnya dalam seluruh proses pendidikan dan pengajaran. Apabila persoalan persoalan itu sangat penting dan butuh perhatian dan penanganan dari pengawas maka pengawas berkewajiban membantu dan membimbing guru-guru dalam menyelesaikan persoalan tersebut agar kedepannya dapat menyusun dan merencanakan tata kerja yang konstruktif menuju kearah peningkatan profesionalisme yang lebih baik.
2.      Pengawasan yang bersifat Preventi
Dalam hal ini pengawas berperan pada persoalan guru-guru yang mungkin akan dihadapi pada masa yang akan datang. Ini bertujuan untuk menekan sekecil mungkin efek-efek yang mungkin terjadi dan sekaligus membantu guru-guru untuk mempersiapkan diri bila menghadapi suatu masalah. Merupakan suatu kebijakan bila pengawas mempunyai pandangan kemasa depan, ia dapat menyusun rencana kerja yang sitematis dan dapat dipertaanggung jawabkan. Dalam penyusunan rencana ini sebaiknya guru-guru ikut dilibatkan.
Pengawasan yang besifat preventif ini akan membantu guru dalam menjaga loyalitas dan membantu guru meningkatkan profesionalime sebab guru akan merasa pengawas telah mempercayai guru-guru tersebut mampu melanjutkan dan meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional. Dengan demikian guru-guru merasa siap menghadapi situasi baru dan optimis dalam melihat masa depan bahwa tugas yang diterimanya akan memberi harapan dalam perkembangan profesinya.
3.      Pengawasan yang bersifat Konstruktif
Pengawasan yang di lakukan oleh pengawas bukanlah merupakan suatu kesalahan juga bukan hanya usaha perbaikan. Lebih baik pengawasan diarahkan kepada tugas-tugas yang bersifat konstruktif. Pengawasan yang bersifat konstruktif pada hakekatnya erat sekali hubungannya dengan pengertian pendidikan yang sesungguhnya. Permulaan yang terbaik bagi pengawas adalah ia sendiri meninjau masalah dari segi pendidikan. Baik pengawas maupun guru-guru wajib memandang masa depan lebih banyak dari masa lampau. Prosedur yang sehat adalah mengembangkan pertumbuhan lebih banyak daripada memindahkan kesalahan. Tidak ada guru yang tidak mempunyai kesalahan. Dari kesalahan-kesalahan inilah mereka dapat memperbaiki diri dan memperoleh kecakapan dan kesanggupan.
Sekolah-sekolah terkenal dan baik bukanlah karena gurunya tidak mempunyai problema. Dengan banyaknya problema-problema yang dihadapi memberikan kreasi baru dan pengawas dalam hal ini harus melihatnya dari segi konstruktif. Guru-guru lebih senang dan lebih giat bekerja dalam situasi perkembangan yang sehat daripada mereka menderita kelumpuhan paedagogis.
4.      Pengawasan yang bersifat Kreatif
Perbedaan antara pengawasan yang berkreatif dengan pengawasan yang bersifat konstruktif hanya terletak dalam aksentuasinya yaitu kebebasan yang lebih besar. Kebebasan menghasilkan suatu ide. Pada pengawasan kreatif lebih ditekankan pada kebebasan agar guru-guru dengan kemampuanya berpikirnya dapat mencapai hasil dengan lebih efektif.
Dalam hubunganya dengan kebebasan ini Cubbberley pernah mengemukakan yang dikutip (Sahertian, 1991: 37) bahwa tujuan utama dari semua supervisi dalam kelas ialah “Memberi kebebasan guru-guru, kebebasan terhadap prosedur-prosedur yang pasti dan baku, perintah-perintah yang tentu sejauh mungkin agar guru-guru menjadi seorang yang kritis dan kreatif. Pendek kata guru-guru diberi kebebasan dalam batas-batas keterikatan untuk mengembangkan daya kreasi dan daya karya, sehingga tugas pengawasan hanya memberi rangsangan untuk menimbulkan daya kreatif guru-guru. Namun demikian selalu dipelihara kerjasama yang erat dan harmonis maka kerjasama di dalam melaksanakan tugas harus selalu dipupuk.
C.    METODE PENELITIAN
3.1  Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan secara kualitatif ini penulis pilih agar dapat memperoleh keterangan-keterangan yang detil dan mendalam mengenai Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Profesionalisme Guru-Guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
“Bogdan dan Taylor ( 1975 : 5 ) mendefinisikan Metodologi Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kirk dan Miller ( 1986 : 9 ) Penelitian Kualitatif adalah Tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya”( Lexi Maleong, 1997 : 3).
Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi dalam bentuk kata-kata atau keterangan-keterangan dengan tidak memerlukan perhitungan. Alasan penggunaan penelitian kualitatif adalah :
1.      Untuk memberikan batas latar belakang penelitian.
2.      Untuk memudahkan perhatian penulis pada masalah-masalah yang  akan diteliti.
3.      Dengan menggunakan metode kualitatif, penulis akan lebih kreatif dalam mengumpulkan data dan informasi di lapangan karena dapat memanfaatkan nalar dalam memecahkan masalah yang dihadapi,disamping itu juga dapat mengembangkan hasil penelitian yang mendukung keabsahan data yang didapatkan di lokasi penelitian.
3.2  Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian  kualitatif kehadiran peneliti di lapangan adalah mutlak diperlukan karena peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci dan sekaligus sebagai pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan tanpa persiapan terlebih dahulu maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusia yang dapat berhubungan dengan responden atau obyek utama, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan.
Didalam pengumpulan data, peneliti melibatkan diri dalam kehidupan subyek yang diteliti dan harus berusaha menciptakan hubungan akrab dengan subyek yang diteliti, agar data yang diperoleh betul-betul valid. Kehadiran peneliti di tempat penelitian harus terbuka dan menjelaskan maksud penelitian yang dilakukannya kepada subyek yang diteliti, sehingga peneliti dapat lebih bebas bertindak untuk mencari dan mengumpulkan data yang dibutuhkan.
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa sebelum memulai penelitian terlebih dahulu peneliti harus meminta izin penelitian kepada lembaga yang berwenang, sehingga penelitian dapat dilakukan dengan leluasa dan sesuai prosedur.
3.3  Sumber Data
Karena dalam penelitian ini bersifat kualitatif, sumber datanya bersifat purposive sampling dimana sampling diambil bukan dari populasi melainkan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam sampel purposive peneliti cenderung memilih respondens yang dapat dipercaya untuk menjadi sumber data serta mengetahui masalah secara mendalam. Dengan demikian penetapan responden bukan ditentukan oleh pemikiran bahwa refresentatif terhadap populasinya melainkan responden harus refresentatif terhadap informasi yang diperlukan.
Adapun yang menjadi responden adalah Pengawas Pendidikan Agama Islam, Kepala Sekolah dan guru-guru MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3.4  Tehnik Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan sebagai berikut:
1.      Metode Observasi
 “Metode observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung. Dalam artian penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara” ( Suharsimi Arikunto, 2006 :  157) .
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu:
1.      Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan.
2.      Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan. ( Suharsimi Arikunto, 2006 :  157) .
Metode observasi ini peneliti gunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial di lingkungan MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Dalam hal ini peneliti mengamati proses kegiatan Pengawas Pendidikan Agama Islam serta bagaimana peranannya terhadap pembinaan profesionalisme guru-guru yang ada di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipatif dimana peneliti melibatkan diri dan berbaur dan ikut aktif dengan aktivitas subyek penilitian.
2.      Metode Wawancara ( Interviu )
Interviu/wawancara/kuensioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara/interviewer untuk memperoleh informasi dari terwawancara”( Suharsimi Arikunto, 2006 : 155 ). Interviu ini digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang.
Sehubungan dengan penelitian ini peneliti akan mewawancarai orang-orang yang mengetahui dan memahami tentang bagaimana peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam membina profesionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Adapun yang akan di wawancara adalah :
1.      Pengawas MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
2.      Kepala MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3.      Guru-guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
Adapun hal-hal yang perlu diwawancarai adalah berkaitan dengan Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan profesionalisme Guru-guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah penyelidikan terhadap benda-benda tertulis seperti ”buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-paraturan, notulen rapat, catatan harian”( Suharsimi Arikunto, 2006 : 158 ),
Metode dokumentasi ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan data tertulis yang dapat memberikan keterangan yang sesuai dengan data yang dibutuhkan seperti program Pengawas guru agama Islam dalam membina profesionalisme Guru-guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, seperti persiapan mengajar guru dan catatan-catatan lain yang terkait dengan pembinaan professionalisme guru di MTs Cokroaminoto Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.
3.5  Tehnik Analisis Data
“Menurut Patton ( 1980:268) Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatuan uraian dasar”(  Lexy J. Maleong, 1991:103).
Setelah data itu semua terkumpul maka data tersebut dianalisis diolah, dalam hal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1.      Metode Induksi yaitu cara menganilisis data dengan mengambil kesimpulan dari permasalahan-permasalahan yang bersifat khusus ke yang bersifat umum (dari hal-hal yang khusus, dianalisis menjadi hal-hal yang umum).
2.      Metode deduksi yaitu suatu cara menganalisis data dengan mengambil atau menarik kesimpulan dari permasalahan-permasalahan yang bersifat umum ke yang bersifat khusus (dari hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus).
3.6  Keabsahan Data
Tujuan dari kredibilitas data ini adalah membuktikan apa yang diamati peneliti sesuai dengan kenyataan yang terdapat didalamnya, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang kenyataan sebenarnya ada atau terjadi.
Kemudian dalam menganalisis data tersebut berangkat dari sesuatu yang bersifat khusus menuju penjelasan yang bersifat umum. Dalam arti lain menganalisa data yang terkumpul peneliti dengan menggunakan data yang diperoleh dari observasi dan kemudian data itu dipergunakan sebagai dasar pembahasan selanjutnya.
Menurut Maleong (1991 : 175 ), “Untuk memperoleh keabsahan temuan-temuan dapat dilakukan dengan jalan perpanjangan keikutsertaan, observasi yang mendalam, tringulasi, pembahasan dengan sejawat, kecukupan referensi, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota”.
Dari tujuh tehnik yang dikedepankan oleh Meleong tersebut di atas, penulis hanya akan menggunakan empat cara, hal ini disebabkan dengan fokus dan tujuan penelitian yaitu memperpanjang kehadiran peneliti dilapangan,  pembahasan dengan sejawat, observasi yang mendalam dan kecukupan referensi.
3.7  Sistematika Pembahasan
Untuk sistematika pembahasan dalam penelitian ini, peneliti mengetengahkan gambaran pembahasan secara garis besarnya yaitu:
Bab I, membahas tentang pendahuluan yang berisikan tentang pokok- pokok pembahasan penelitian yang terdiri dari :
1.1  Latar belakang masalah
1.2  Alasan memilih judul
1.3  Rumusan masalah
1.4  Tujuan penelitian
1.5  Kegunaan penelitian

Bab II, membahas tentang pandangan teori atau kajian pustaka yang terdiri dari:
2.1  Pengertian Pengawas Pendidikan Agama Islam
2.2  Kriteria Menjadi Pengawas.
2.3  Tugas dan Tanggung Jawab Pengawas Pendidikan Agama Islam
2.4  Bidang Tehnis Pendidikan
2.5  Bidang Tehnis Administratif
2.6  Ciri ciri Pengawas Yang Baik
2.7  Pengertian Profesionalisme Guru
2.8  Fungsi, Tugas dan Tanggungjawab Guru
2.9  Ciri-Ciri Guru Yang Profesional
2.10   Peranan Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Profesionalisme Guru
Bab III, membahas tentang metode penelitian yang dipakai peneliti antara lain:
3.1  Desain Penelitian
3.2  Kehadiran Peneliti
3.3  Sumber Data
3.4  Tehnik Pengumpulan Data
3.5  Tehnik analisis data
3.6  Keabsahan data

Tidak ada komentar:

Posting Komentar